Kejujuran seorang anak kadang menjadi kritik yang sangat tajam pada perilaku buruk orang dewasa. Itulah yang tergambar dalam 15 cerita pe...
“Kejujuran yang menggugat” itu tergambar dalam kisah-kisah para tokoh cerita yang rata-rata menggunakan sudut pandang orang pertama (aku). Kalimat sastrawan Joni Ariadinata pada pengantar buku ini cukup tepat menggambarkannya, “Suara jujur yang menggema, suara cerdas yang mengetuk hati orang dewasa, untuk mulai melihat ke dalam dirinya sendiri.” (hal. v)
Tengoklah cerpen yang berjudul sama dengan judul buku ini karangan Nathania Sarita, siswi SDS Katolik Karya Yosef 5, Pontianak, Kalimantan Barat. Perilaku penebang liar dikritik habis-habisan melalui tokoh Pohon Jati. “Tak tahukah mereka pepohonan sangat berguna bagi mereka? Padahal pepohonan telah melindungi mereka dari banjir serta tanah longsor. Selain itu pepohonan juga menyediakan oksigen bagi manusia agar tetap tersedia.” (hal. 2).
Nathania ingin beri pelajaran bagi para penebang liar. Melalui tokoh-tokoh hewan yang ada di hutan, ia membuat jebakan yang membuat para penebang liar kabur dan enggan menebang pohon jati lagi.
Kritik pedas juga digulirkan Umi Indah Probolestari melalui cerpen Taat Membawa Selamat. Ia mengkritik para pengendara sepeda motor yang tak abai pada keselamatan dirinya sehingga membawa kerugian pada banyak orang. Cerpen ini begitu kaya informasi ihwal keselamatan berkendara. Secara detail siswi SDN 1 Sruweng, Kebumen, Jawa Tengah, ini menjelaskan kegunaan helm, kaca spion, jas hujan, dan perlengkapan keselamatan lain. Maklum, sebelum menulis, ia melakukan riset.
Michelle Alexandra mengkritik cara pandang orang kaya terhadap orang miskin. Kebanyakan orang kaya memandang rendah orang yang lemah secara ekonomi. Menggunakan tokoh antagonis, Alexandra coba menaklukkan hati anak kaya yang angkuh melalui kesabaran dan kelemahlembutan temannya.
Siswa-siswi Sekolah Dasar peserta LMCA 2011 berjumlah 3.000 orang lebih. Sepuluh juri yang diketuai oleh sastrawan Taufik Ismail harus benar-benar teliti memilah dan memilih cerpen yang bagus. Joni Ariadinata menulis mekanisme lomba tidak hanya berhenti sebatas mengumpulkan naskah, menilai naskah, dan menetapkan pemenang. Juri melakukan penelitian dan wawancara serta pendekatan psikologis kepada peserta untuk mengungkap dunia di balik karya yang dituliskan. “Sekaligus mekanisme untuk mengungkapkan ‘ketidakjujuran’ para penulis terhadap tulisan yang dihasilkan.” (hal. iv)
Lima belas finalis LMCA dipanggil ke Jakarta. Selama beberapa hari mereka mengikuti workshop dengan penyaji para sastrawan.
Desain dan tampilan buku antologi cerpen ini begitu berwarna (full colour) dan menarik. Tiap cerita ada gambar ilustrasinya. Namun yang lebih menarik adalah tiap cerita dilengkapi latar belakang pembuatan cerita serta biodata singkat penulis. Dengan membaca latar belakang pembuatan cerita, pembaca tahu proses kreatif para penulis.
Dari itu pun diketahui bahwa rata-rata penulis mempunyai keluarga yang peduli pada kegiatan baca-tulis. Rumah mereka memiliki perpustakaan. Sekolahnya pun memiliki perpustakaan. Tak ayal, lingkungan yang kondusif itulah yang membentuk mereka menjadi para penulis andal yang kritis terhadap lingkungan sekitar.* (Billy Antoro)
Unduh isi buku, silakan klik di sini.
COMMENTS